Bicara Dulu, Baru Menulis
Sebagai manusia saya cukup beruntung. Dilahirkan dengan kemampuan
berbicara cukup bagus. Yang saya maksud bukan berbicara biasa atau
bercakap-cakap. Namun, berbicara di depan umum. Di podium. Dalam sejumlah
istilah bisa disebut pidato atau ceramah.
Beberapa teman dekat tahu kemampuan saya ini. Beberapa lainnya tidak
tahu. Bahkan, ada yang kaget ketika saya bisa menjadi pembawa acara atau MC.
Saya tidak pernah berlatih. Juga tidak pernah dilatih. Atau ikut kelas
jadi pembawa acara. Atau kelas pidato. Tidak pernah sama sekali.
Tentunya kemampuan berbicara saya tidak sebagus mereka-mereka yang
memiliki jam terbang tinggi. Saya hanya tinggal menambah jam terbang saja.
Mungkin akan lain cerita. Hehehehe.
Begitu juga dengan menyanyi. Banyak kawan dan handai taulan yang kaget
saya bisa menyayikan lagu. ‘’Kok suaramu bagus ya’’ ujar seorang teman usai
saya menyanyi.
Bahkan, istri saya juga lupa kalau suaminya ini dulu pernah ikut anak
band. Meskipun tidak mahir memainkan alat musik. Hahahahaha.
Namun, menulis sama sekali saya tidak ada bakat. Saya adalah orang
yang sulit sekali mengungkapkan kata-kata dalam tulisan. Kadang saya pandai
berbicara nerocos kesana kemari. Namun, kalau itu semua diminta menulis akan
hilang seketika.
Sejak kecil saya suka membaca. Membaca bacaan apa saja. Semau saya
lahap. Mungkin bakat turunan dari bapak. Beliau juga suka sekali membaca. Dulu
bacaan beliau suka saya baca. Sejak kecil saya selalu haus bacaan.
Tapi membaca tidak serumit menulis. Mereka yang gemar membaca belum
tentu bisa menulis. Artian menulis adalah menuangkan apa yang ada dalam pikiran
ke dalam tulisan. Bukan menyalin tulisan di sebuah buku bacaan ke buku tulis.
Saat SD dulu pelajaran menulis ya itu. Menyalin tulisan ke buku tulis. Maklum,
saya SD di kampung. Di jaman baheula. Wkwkwkwkwkwk.
Saat kuliah bacaan saya kian beragam. Selain buku saya juga membaca
majalah dan koran. Umumnya, majalah dan koran selalu ada kolom opini. Mereka
yang menulis opini biasanya orang-orang ternama. Yang mengusai bidang tertentu.
Juga isu tertentu yang lagi hits.
Tulisan-tulisan itu begitu mendalam. Panjang dan berisi. Saya kagum sekali.
Dalam hati saya berkata : ‘’Kok bisa ya menulis begini. Bagaimana caranya’’.
Saya pun cari-cari, adakah pelatihan menulis. Ada. Tapi di kota besar.
Di kabupaten tidak ada. Ya sudah. Saya belajar menulis sendiri. Ya coba-coba.
Sebisanya. Ide apa saja.
Macet. Belum sampai satu halaman MS Word sudah macet. Ide tiba-tiba
menghilang. Komputer saya matikan. Besok lagi dilanjutkan ketika ide muncul
lagi. Ternyata besok ide tidak muncul. Tulisan itu macet sampai batas waktu
yang tidak ditentukan. Wkwkwkwkwk.
Banyak orang bisa bicara nerocos tentang ini dan itu. Namun, tidak
semua orang bisa menulis dengan bagus. Apalagi menulsi tulisan bermutu. Begitu
sebaliknya, tidak semua penulis memiliki kemampuan berbicara yang mumpuni. Itulah
keyakinan yang saya pegang sampai saat ini.
Saya mencoba aliran tengahnya. Bisa berbicara dengan baik. Pidato yang
memikat dan enak dengar. Juga bermutu. Namun, juga mahir menulis. Melahirkan
karya dengan tulisan itu. Karya yang agung tentunya. Itu semua masih saya
perjuangan. Sampai saat ini. Semoga bisa.
Jurnalistik adalah sekolah terbaik untuk menulis. Jurnalistik adalah
jalan saya bisa menjadi penulis. Menulis ide-ide dan pemikiran ini.
Saya tidak ragu sama sekali terjun ke dunia jurnalistik ini. Meskipun
banyak orang menentang. Dari kalangan keluarga. Tidak sedikit yang meremehkan.
Mencemooh. Profesi saya ini profesi buangan. Tempatnya orang jahat.
Saya tidak menyalahkan mereka. Faktanya memang banyak wartawan
karbitan di desa-desa. Mereka memeras pamong desa. Mengancam. Dan minta imbalan
uang.
Itu semua ada. Saya tidak bisa berbuat banyak terhadap kelakuan
mereka.
Bagi mereka yang suka baca, akan tahu kualitas jurnalistik yang bagus.
Tahu mana wartawan dan media yang berkualitas. Tapi mereka yang awam? Ya sudahlah.
Saya akan terus berusaha menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami mereka.
Saya tetap kukuh di dunia jurnalistik. Saya merasa menemukan dunia
yang sebenarnya di sini. Saya menemukan intelektualitas saya. Disini saya bisa
mengeluarkan kemampuan terbaik.
Insyallah, saat ini saya tengah berproses menulis buku-buku. Seperti
yang saya cita-citakan dulu. Buku-buku yang berkualitas untuk masyarakat. Bukan
untuk dijual. Tapi untuk dibaca siapa saja. Insyallah ilmu yang saya bagikan
akan bermanfaat. (Nurkozim)
Penulis Adalah Sekretaris PWI Bojonegoro
Komentar
Posting Komentar