Jamaah Medsos
Siapa hari ini yang tidak punya
akun media sosial (medsos).
Medsos sudah menjadi gaya hidup (hidup). Tidak lengkap rasanya
orang jaman sekarang tanpa
akun medsos. Satu
orang bisa memiliki lebih dari satu akun. Bisa dua, tiga, bahkan lebih.
Ada orang yang memiliki semua jenis akun medsos. Facebook, Instagram, Twitter, Telegram, TikTok, dan
lainnya.
Sesuai namanya, medsos adalah alat untuk
bersosialisasi. Mereka yang memiliki akun bisa mensosialisasikan gagasan atau
kegiatannya. Sehingga, orang lain menjadi tahu.
Sudah banyak cerita orang yang terbantu karena unggahan
medsos. Misalnya, seorang kakek tua hidup sebatang kara di rumah reyot. Suatu hari
ada netizen, sebutan pemilik akun medsos, mengunggahnya di akun medsosnya. Unggahan itu dilihat banyak orang dan direspons. Mereka yang melihat
itu mulai tergerak hatinya. Bantuan pun mengalir kepada si kakek itu.
Ada pula yang menggunakan medsos untuk
berbisnis. Para pelaku usaha
menggunakan akun medsosnya
untuk promosi. Foto-foto produk diunggah. Tidak sedikit yang sukses berbisnis di medsos.
Produk yang awalnya hanya dibeli tetangga
kanan-kini, tiba-tiba mendapat
pembeli dari luar kota. Bahkan, hingga luar negeri. Jangkauan medsos begitu
luas. Lintas negara.
Ada pula orang yang menggunakan medsos untuk
berdakwah. Mereka berceramah
menggunakan medsos. Ceramah-cemamah mereka didengarkan jutaan orang dalam
hitungan hari. Bahkan, juga ada yang dalam
hitungan jam. Akan sangat sulit jika melakukan ceramah tatap muka untuk mendapatkan
jamaah sebanyak itu. Melalui
medsos, semua itu mungkin.
Pada sisi ini medsos sangat bermanfaat. Mengalahkan media mainstream seperti televisi, radio,
koran, atau media online website.
Namun, tidak jarang medsos menjadi ladang
untuk pamer. Apa saja dipamerkan di medsos. Mulai gaya hidup, bentuk tubuh,
wajah, harta, dan berbagai hal lainnya.
Pamer-pamer di medsos ini sudah tidak terbendung lagi. Menjangkiti semua kalangan. Mulai pesohor, petinggi
negara, selebriti, hingga rakyat biasa. Semua gandrung pamer di medsos. Update
status.
Liburan, beli baju, makan di
resto, sedih, suka, semua itu dinggah di medsos. Update status.
Apapun alasanya, pamer tidaklah dibenarkan
agama. Allah melarang manusia pamer apapun. Sebab, semua yang ada pada manusia
ini adalah titipan Tuhan. Suatu saat semua akan
diambil. Bahkan, tubuh kita ini suatu saat akan diambil pula. Lalu apa yang layak dipamerkan dan dibanggakan?
Dulu sebelum
ada medsos, tidak banyak orang
melontarkan kritik. Baik pada orang lain atau pemerintah. Melalui medsos, semua
bisa mengkritik. Bahkan, kritik dilakukan tanpa tedeng
aling-aling. Mirisnya,
bahasa yang digunakan sangat kasar. Menyakitkan. Kondisi ini miris sekali.
Kondisi itu bertolak belakang
dengan budaya bangsa kita. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah.
Murah senyum. Tapi di medsos, kata-katanya luar biasa pedas. Kasar dan
menyakitkan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran
yang luar biasa hebat di medsos. Saling hujat. Saling serang. Saling mengolok.
Kondisi ini bisa membuat kehidupan berbangsa dan bernegara bisa rusak.
Mengkritik memang sebuah
keharusan. Namun, sampaikanlah dengan bahasa yang sopan.
Ada perbedaan antara mengkritik
dan mencaci. Mengkritik disampaikan pada perbuatan yang dilakukan seseorang. Dan
diberikan solusinya. Sedangkan mencaci itu menyalahkan. Tanpa memberikan
solusi.
Memberikan solusi adalah
perbuatan baik dalam merespons setiap permasalahan. Mengkritik tanpa solusi akan membuat masalah
semakin runyam.
Setiap orang pasti punya
kesalahan. Baik pejabat maupun rakyat. Namun, pribadi yang baik adalah yang bisa
memberikan solusi. (Nurkozim)
Penulis adalah Jurnalis di Bojonegoro
Komentar
Posting Komentar