Tugas Berat Insan Pers

Era menjamurnya media sosial (medsos), menjadi tantangan bagi insan pers. Jika tidak ingin tergerus, harus melakukan berbagai inovasi. Organisasi pers memiliki peran penting dalam masalah ini.

 

Oleh: M. Nurkozim

 

Setiap 9 Februari Indonesia memperingati hari pers nasional (HPN). Biasanya peringatan dilakukan dengan gegap gempita oleh insan pers. Tahun ini peringatan HPN dilakukan sesederhana mungkin. Secara nasional dipusatkan di DKI Jakarta. Pandemi Covid-19  yang belum selesai memaksa kita tidak bisa melakukan banyak kegiatan. Apalagi kegiatan seremonial mengumpulkan banyak orang.

Pers di negara ini sudah berusia cukup tua. Bahkan, hadir sebelum era kemerdekaan. Tentunya pers nasional saat ini sudah cukup matang. Semakin berkembang. Semakin maju. Para insan pers juga semakin mahir berkarya.

Namun, jangan lupa, tantangan insan pers juga kian kompleks. Selain dihadapkan dengan persaingan antarmedia, pers juga dihadapkan dengan media sosial (medsos). Persaingan dengan medsos ini sungguh luar biasa berat. Perusahaan media pers yang tidak solid banyak yang gulung tikar. Sudah banyak terjadi pada perusahaan media pers. Mulai cetak, televisi hingga online

Pers bergerak dibidang informasi. Inilah bisnis utama Pers. Menyajikan informasi. Tentu bukan sembarang informasi. Namun, informasi yang akurat dan terpercaya. Digali dengan teknik jurnalistik.  

Medsos juga demikian. Bergerak dibidang informasi. Namun, Informasi di medsos ini bersifat liar. Tanpa kontrol. Tanpa filter. Keakuratannya diragukan. Kadang benar dan kadang tidak. Tapi munculnya medsos ini sangat mempengaruhi industri pers.

Informasi di medsos ini berkembang begitu cepat. Detik ini terjadi, beberapa detik kemudian sudah beredar luas di medsos. Bahkan viral.

Masyarakat harus benar-benar menelaah informasi itu. Jangan ditelen mentah-mentah. Bisa menyesatkan. Yang saat ini disebut informasi hoax. Soal bahaya hoax ini saya yakin anda sudah tahu.

Era menjamurnya medsos ini membuat perusahaan pers kelimpungan sampai gulung tikar. Koran dan televisi misalnya. Banyak yang sudah tidak terbit dan mengudara. Penyebabnya anda sudah tahu : sepi pemasukan. Masyarakat banyak beralih ke layar ponsel.

Pers media online juga tidak luput. Banyak diantara mereka yang juga ikut gulung tikar. Jika pun ada yang masih eksis, kembang kempis kekurangan anggaran.

Kondisi itu diperparah dengan perilaku insan pers nakal. Di Bojonegoro sering disebut wartawan bodrex. Kepanjangan dari bondo orek-orek. Orek-orek kasus supaya dapat uang tutup mulut.

Hal itu membuat kepercayaan masyarakat terhadap insan pers menurun. Bahkan, tidak sedikit yang menyamakan insan pers dengan netizen medsos. Padahal, insan pers dalam melaksanakan tugasnya menggunakan etika berjunalistik yang benar. Ada kode etik profesinya. Sedangkan netizen medsos tanpa pakai kode etik apapun. Mereka mengunggah apapun yang mereka ingin unggah. Pers tidak bisa begitu. Ada proses berjenjang. Ada wawancara dan check and balance. Sebelum diturunkan ada filter dari pimpinan redaksi. Banyak sekali yang terlibat dalam  penerbitan sebuah berita pers.

Insan pers juga ada sertifikasinya. Yang melakukan sertifikasi adalah dewan pers. Inilah sebenarnya perbedaan mencolok antara insan pers dengan netizen medsos. Ini juga perbedaan antara insan pers yang diakui dewan pers dan yang belum.

Peran organisasi pers seperti persatuan wartawan Indonesia (PWI) sangat krusial dalam masalah ini. Yakni, membina para insan pers itu. Mereka yang belum sertifikasi dibimbing untuk mempersiapkan diri untuk ikut program dewan pers itu. Yang sudah sertifikasi terus dibina untuk meningkatkan kapasitas. Supaya semakin berkualitas produk yang dihasilkan.

Ini tugas berat organisasi pers. Agar pers produk pers semakin berkualitas. Tidak asal memuat berita tanpa wawancara. Apalagi kopi paste. Selamat hari pers nasional 2021. (NURKOZIM)

 

Penulis adalah Sekretaris PWI Bojonegor

Komentar

Postingan Populer