Menakar Iman Orang Lain

Salah satu ciri orang beriman adalah bergetar hatinya kala mendengarkan bacaan al quran. Begitu firman Allah dalam al quran.

Bergetarnya hati itu sebagai tanda takut akan datangnya hari pembalasan. Yang tidak diragukan lagi itu.

Dengan ciri demikian, sulit menilai kadar keimanan orang lain. Sebab, yang tahu keimanan seseorang adalah dirinya sendiri.

Belum tentu orang yang hafal al quran dan hadis memiliki iman yang tinggi. Belum tentu ustad, guru ngaji, pimpinan pesantren, bahkan pimpinan organisasi islam imannya tinggi.

Siapa bisa menakar iman orang lain?

Iman ada di dalam hati. Iman adalah masalah kepercayaan atau keyakinan seseorang. Meski demikian, bekas-bekas iman itu bisa dilihat dari sikap dan tutur kata seseorang.

Orang dengan keimanan yang tinggi saat bertutur akan selalu terjaga kata-katanya. Sikap dan perilakunya pasti baik. Hatinya lurus kepada Tuhan. Hidupnya dipenuhi oleh harapan akan ridho dari Allah.

Orang dengan ciri demikian kadang kadang ada di sekitar kita. Kadang mereka bukan kalangan petinggi negara. Bukan pula pesohor dan bukan orang kaya. Namun, kehadiran mereka sangat berarti. Kerap menjadi peneduh jiwa orang di sekitarnya. Memberikan nasehat kepada yang jiwa yang kusut. Memberikan solusi atas berbagai masalah. Dimanapun berada mereka menemtramkan hati orang-orang di sekitarnya.

Adakah orang yang demikian?

Saya yakin orang-orang seperti itu masih ada. Sayangnya, kebedaraan orang dengan cirri demikian kerap diabaikan. Tidak dihiraukan. Sebab, tak berharta dan tak berpangkat.

Orang jaman sekarang lebih mengidolakan mereka yang pangkat dan tenar. Terkagum-kagum pada mereka yang bisa beli barang dengan harga selangit.

Ada orang beli tas seharga Rp 1 miliar. Masyarakat ramai memperbincangkannya. Kagum. Ingin menirunya. Bangga sekali jika bisa meniru beli tas seharga itu.

Banyak orang lupa bahwa mereka diturunkan ke dunia ini untuk berkhidmat pada Tuhan. Beribadah. Mereka terbuai dengan megahnya dunia. Terbuai dengan jabatan dan segala bentuk kemewahan. Dan takut mati.

Ini disebut nabi sebagai penyakit cinta dunia dan takut mati. Kondisi ini akan merusak mental. Banyak generasi saat ini rapuh. Tidak tahan menghadapi tantangan hidup. Sedikit masalah, langsung down. Terpuruk.

Ini terjadi karena salah arah. Mereka hanya berkutat dan berfokus mencari kehidupan dunia. Hati mereka tetap keras seperti batu. Iman mereka tipis.

Kebutuhan hidup di dunia memang tidak boleh dilupakan. Tapi akhirat jangan sampai dilalaikan. Tujuan hidup kita adalah mencari ridho Allah. Tanp melupakan bagian kita di dunia.

Jika porsi dunia dan akhirat sudah tepat, maka hidup manusia akan lebih tentram Hati manusia tidak akan condong ke dunia. Jika dia kaya, dia akan menggunakannya untuk beribadah. Sedekah, pergi haji, dan sedekah. Jika dia miskin, dia akan mempertebal imannya. Bersabar. Banyak beribadah dan amalan lainnya yang tidak menggunakan harta.

Manusia hidup bukan hanya untuk mencari harta. Dosa besar kita adalah siang malam memikirkan harta. Bahkan, doa kita pun mintanya harta.

Kemuliaan manusia bukan ada di hartanya. Kemuliaan manusia itu ada di hatinya. Tampak pada perilaku dan tutur katanya. Disitulah kemuliaan.

Seperti sebuah bait lagu : Bukan, bukan karena harta engkau jadi sempurna. Hati yang mulia, itulah kuncinya. (Nurkozim)

 

Penulis adalah Jurnalis di Bojonegoro

 

 

 

Komentar

Postingan Populer